Sejak dahulu sebelum lahirnya kota Leksula sebagai pelabuhan ibukota dari
54 desa di kecamatan Buru Selatan, maka desa Tifu dipilih oleh penjajah Belanda
sebagai pelabuhan dan ibukota Onderafdeling. Tempat ini dipilih oleh Belanda
karena lataknya sangat terlindung dalam sebuah teluk kecil ang indah dan
tenang. Namun ada suatu saa timbul pikiran bahwa latar belakang kedudukan Tifu
tidak begitu baik karena terletak dalam sebuah teluk yang mengambil bentuk
seerti kolam sehingga menutupi pemandangan laut lepas yang indah. Akibatnya
kota ini dialihkan ke sebuah dusun kecil dan kemudian dinamakan Leksula yang
hingga kini sebagai kota pelabuhan Kecamatan Leksula Kabupaten Buru Selatan.
Walaupun desa Tifu telah dilupakan oleh beberapa generasi sebagai ibukota
dan kota pelabuhan yang pertama, namun Tifu hingga saat ini masih meninggalkan
sebuah kenangan cerita yang sampai sekarang ini masih menjadi buah bibir
penduduk sekitarnya.
Disebelah utara desa Tifu terletak sebuah gunung yang tidak begitu tinggi,
gunung itu bernama “Gunung Garuda” yang bilamana dipandang dari arah pelabuhan
warna gunung itu nampaknya kemerah-merahan.
Pada gunung itu terdapat dua liang batu yang letaknya agak berjauhan satu
dengan yang lainnya. Dikedua liang batu tersebut berdiamlah sepasang burung
buas yaitu jenis burung yang besar si Pulau Buru. Karena demikian besarnya
burung itu sehingga bilamana ia terbang melewati desa Tifu, maka hampir
sebagian desa itu menjadi gelap akibat bayangan dari burung itu. Kedua burung
itu tidak tinggal dalam satu sarang, akan tetapi masing-masing pada saarangnya,
yaitu liang batu tadi. Demikian pula sepasang burung itu tidak sama ganasnya.
Yang paling ganas adalah burung betina, karena sang betinalah yang bertugas
mencari makanan. Makanan burung tersebut adalah manusia, tetapi agak aneh pula,
manusia yang menjadi mangsa burung itu bukanlah manusia yang menghuni daerah
sekitarnya. Makanan yang senantiasa diincar oleh burung betina adalah bilamana
ada kapal yang berkebangsaan asing berlayar menuju daerah itu dan bermaksud
akan mendarat, maka keluarlah burung betina dari liang batu tadi dan terbang
menuju kapal seraya meraung-raung bagaikan harimau dan menyerang kapal
tersebut.
Pada saat burung itu mendekat, langsung kapal dan seluruh isinya diangkat
dan diterbangkan kesarangnya sambil berteriak menggeparkan bumi sekitarnya
sebagai tanda kegirangan.
Sumber: Masyarakat Desa Tifu-Buru Selatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar